Jumat, 11 November 2011

Suku Anak Dalam Diintimidasi Brimob

Suku Anak Dalam Diintimidasi Brimob

Jakarta - Suku Anak Dalam yang tinggal di kawasan Sungai Beruang, Jambi, mendesak pemerintah mencabut izin usaha PT Asiatic Persada. Perusahaan perkebunan sawit itu mengusir warga dari tanah ulayat. Daddy Ratih, Manager Kampanye Hutan dan Perkebunan Skala Besar Walhi mengatakan, anak perusahaan Wilmar Group ini meminta bantuan Brimob untuk mengintimidasi warga.    ”Kami minta Komnas HAM mengirim surat ke Kapolri, Kapolda Jambi, dan Kapolres Batanghari untuk menarik Brimob dari wilayah Sungai Beruang,” kata Deddy Ratih di kantor Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Senin (19/9).
Menurut Deddy, PT Asiatic Persada bersama Brimob Polda Jambi menghancurkan lebih dari 100 rumah dan pondok milik warga Suku Anak Dalam. ”Tindakan Wilmar Grup termasuk pelanggaran HAM serius. Secara sistematis mereka merampas hak masyarakat adat,” ujar Deddy.Suku Anak Dalam tinggal di kawasan Sungai Beruang secara turun temurun. Pada tahun 1920 pemerintah kolonial Belanda mengumpulkan mereka dalam Dusun Sungai Beruang.
”Dari jaman nenek moyang mereka masyarakat Suku Anak Dalam di Sungai Beruang mendapatkan sumber kehidupan dari berburu. Mereka juga mengelola kebun buah, menanam padi, dan berkebun sawit,” kata Deddy.Pada tahun 1986 pemerintah mengeluarkan izin hak guna usaha perkebunan sawit kepada PT Bangun Desa Utama. Perusahaan ini menguasai 20 ribu hektare lahan di kawasan Sungai Beruang, termasuk tanah ulayat Suku Anak Dalam.
PT Bangun Desa Utama berubah nama menjadi PT Asiatic Persada tahun 2000. Sebanyak 51 persen PT Asiatic dimiliki Wilmar Group. ”Hak ulayat warga Suku Anak Dalam tidak diakui. Mereka tidak pernah mendapat ganti rugi dan dituduh maling di tanah sendiri. Memungut biji kelapa sawit saja dikriminalkan karena dianggap melanggar Undang-undang Perkebunan,” ujar Deddy.
Pada tahun 2004 warga Suku Anak Dalam masuk ke tanah ulayat yang sudah berubah menjadi kebun sawit dan mendirikan rumah serta pondokan. ”Tanggal 10 Agustus kemarin rumah kami digusur. Semua barang-barang kami dibakar,” kata Nurwati (42 tahun), warga Suku Anak Dalam Sungai Beruang. Nurwati berharap pemerintah membantu mengusir aparat dan mengembalikan rumah mereka. Warga yang terusir kini tinggal di hutan. ”Kami ingin rumah kami balik lagi. Kami ingin hidup tenang seperti sebelumnya,” ujar Nurwati. (E1)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar