Jumat, 28 Oktober 2011


Potensi Pengembangan Olahraga Suku Anak Dalam Di Provinsi Jambi
Pasang surut keolahragaan nasional, yang telah memasuki kehidupan bangsa Indonesia sejak masa pra kemerdekaan, memang banyak dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah, kehidupan sosial, aktifitas fisik dan kebugaran jasmani dari masyarakat itu sendiri. Namun, apapun kelebihan dan kelemahannya kebijakan nasional yang telah diluncurkan, kesemuanya itu merupakan respon nyata yang diposisikan bapak bangsa dan pemerintah untuk menjawab tantangan pada masa kini.


Salah satu faktor mengapa prestasi olahraga Indonesia semakin lama semakin merosot adalah tingkat kebugaran jasmani anak dan warga negara Indonesia sangat rendah, ini disebabkan kebiasaan hidup sehari-hari serba instan dan pengaruh kehidupan sosial yang serba global dan transparan, sehingga orang enggan untuk melakukan aktifitas fisik, dan akibatnya akan mempengaruhi gerak yang serba terbatas sehingga menyebabkan penyakit kegemukan. Oleh sebab itu sanggar kebugaran jasmani menjamur dimana-mana untuk menjanjikan menurunkan berat badan.


Rasanya sudah terlalu banyak ungkapan dan paparan kekecewaan menyoal prestasi keolahragaan Indonesia dewasa ini. Begitu syaratnya persoalan yang tengah dihadapi keolahragaan nasional, kita seolah kehilangan solusi, dengan cara apa kita memulai dari yang kecil. "Sebuah pohon besar anda bermula dari sebuah biji yang kecil, perjalanan seribu mil bermula dari sebuah langkah kecil". Kita perlu belajar dari Pepatah Cina tersebut untuk kemudian diaktualisasikan dalam perilaku keseharian.


Dari beberapa penelitian keolahragaan salah satunya SDI (Sport Development Indeks) menyatakan bahwa, kebugaran jasmani bangsa Indonesia sangat rendah. Terinspirasi dari gambaran diatas mengapa kita tidak melakukan kegiatan ataupun aktifitas fisik kembali kepada masa lalu back to natural, namun tidak mengurangi aktifitas kehidaupan sehari-hari, seperti menghindari menaiki tangga lift untuk menjaga kebugaran, selalu bersepeda dua kali dalam seminggu, syukur-syukur bisa tiga kali dalam seminggu, jangan naik mobil bekepanjangan. Dan ini semua dapat kita lihat atau kita amati bagaimana kehidupan suku-suku pedalaman yang melakukan aktifitas fisik sehari-hari tanpa melakukan pekerjaan yang sifatnya instan.

Ketry Freeman seorang suku asli Aborizin dari Australia, dengan dipoles sedikit dan dilatih atletik berhasil meraih medali Emas 400 meter putri Olympiade Sidney Autralia tahun 2000. Padahal sebelumnya beliau belum merasakan tekhnologi ataupun latihan olahraga, masih alami dan belum terkontaminasi dengan kehidupan perkotaan. Dalam Pasal 24 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 tahun 2005 tentang Sistem keolahragaan Nasional, lembaga pemerintah maupun swasta berkewajiban menyelenggarakan pembinaan dan pengembangan olahraga bagi karyawannya untuk meningkatkan kesehatan, kebugaran dan kegembiraan serta kualitas dan produktifitas kerja sesuai dengan kondisi masing-masing. Artinya kebugaran merupakan tanggung jawab kita semua sebagai masyarakat Indonesia, tidak terkecuali Suku Anak Dalam. Begitu juga tentang kehidupan Suku Anak Dalam (SAD) di Provinsi Jambi yang masih alami dan natural baik itu kehidupan sosialnya maupun aktifitas fisik, oleh sebab itu peneliti ingin mengetahui sejauh mana tingkat kebugaran jasmani, tentang kehidupan sosialnya dan aktifitas fisiknya, yang nantinya hasil penelitian ini dapat menghasilkan kebermanfaatan untuk olahraga di Indonesia Khususnya di Provinsi Jambi.


Departemen Sosial Republik Indonesia menamakan kelompok masyarakat yang terisolir sebagai masyarakat terasing. Melalui Keputusan Presiden (Kepres) Republik Indonesia Nomor 111 Tahun 1999 tentang Pembinaan Kesejahteraan Sosial Komuditas Adat Terpencil maka sejak tanggal 13 September 1999 istilah masyarakat terasing diganti dengan nama Komuditas Adat Terpencil (KAT). Pada Pasal 1 Keppres No. 111 tahun 1999, yang dimaksud dengan komuditas Adat Terpencil (KAT) ialah kelompok sosial budaya yang bersifat lokal dan terpencar serta kurang atau belum terlibat dalam jaringan dan pelayanan sosial, ekonomi maupun politik. Komuditas Adat Terpencil (KAT) mengandung ciri-ciri sebagai berikut :


Pertama  : Berbentuk komoditas, tertutup dan homogen.
Kedua     : Pranata sosial bertumpu pada hubungan kekerabatan.
Ketiga     : Pada umumnya terpencil secara geografis dan relatif sulit dijangkau.
Keempat : Pada umumnya masih hidup dengan sistem ekonomi sub-sistem.
Kelima     : Peralatan dan teknologinya sederhana.
Keenam  : Ketergantungan kepada lingkungan hidup dan sumber daya alam setempat relatif tinggi.
Ketujuh   : Terbatasnya akses pelayanan sosial, ekonomi dan politik.


Di dalam areal taman nasional tersebut terdapat komuditas adat terpencil (KAT) Suku Anak Dalam yang hidup bermukim sejak ratusan tahun lampau. Dan hidup berpindah-pindah mempunyai pola hidup yang keras untuk bisa mempertahankan hidupnya, mereka harus mempunyai kondisi fisik yang kuat, kalau tidak mau tersingkir dari kehidupan dihutan rimba yang serba keras. Sejak ditetapkannya Cagar Bukit Duabelas yang kini berubah menjadi TNB 12 sebagai wilayah hutan yang dilindungi dengan undang-undang telah ada upaya dari sejlunlah LSM untuk mendekati KAT dengan menyentuh aspek kehidupan Suku Anak Dalam. Begitu juga penulis ingin menyentuh pada aspek keolahrgaan.


Dipihak pemerintah, yakni petugas dari Unit KSDA Dinas Kehutanan sering melakukan kontak dengan Suku Anak Dalam di areal TNB 12 dalam rangka kegiatan konservasi dan pengawasan sumber daya alam TNB 12. Sedangkan dinas Kesejahtraan Sosial dan Pemberdayaan Masyarakat Provinsi Jambi di tahun mendatang hendaknya perlu melakukan upaya pemberdayaan KAT di dalam areal TNB 12. Walaupun telah ada sentuhan Dinas Kehutanan dan LSM kepada warga Suku Anak Dalam di dalam areal TNB 12 namun sentuhan tersebut masih terbatas pada kegiatan konservasi dan upaya penyelamatan sumber daya alam TNB 12. Oleh karena itu kegiatan yang adaa belum menyentuh pada aspek sosial budaya, mental, religius, ekonomi, olahraga, politik dan pemerintahan. Di sini penulis mencoba untuk menyentuk salah satu aspek tersebut yaitu olahraga.


Warga Suku Anak Dalam sebagai penghuni radisional TNB 12 dengan segala potensi yang ada, budaya, adat yang khas dengan tantangan lingkungan hutan yang membutuhkan fisik yang kuat, belum tersentuh dan diberdayakan ke dalam suatu sistem pengembangan keolahragaan, khususnya di cabang olahraga atletik, dimana cabang olahraga ini sesuai dengan karaktristik dan budaya kehidupan Suku Anak Dalam. Pada awalnya untuk dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya, Suku Anak Dalam, melaksanakan kegiatan berburu, meramu, menangkap ikan dan memakan buah-¬buahan yang ada di dalam hutan. Namun dengan perkembangan pengetahuan dan peralatan hidup yang digunakan akibat adanya akulturasi budaya dengan masyarakat luar, kini telah mengenal pengetahuan pertanian dan perkebunan. Berburu binatang seperti babi, kera, beruang, monyet, ular, labi-labi, rusa, kijang dan berbagai jenis unggas, merupakan salah satu bentuk mata pencaharian mereka. Kegiatan berburu dilaksanakan secara bersama-sama dengan membawa anjing. Alat yang digunakan adalah Tombak dan Parang. Di samping itu untuk mendapatkan binatang buruan juga menggunakan sistem perangkap dan jerat.


Jenis mata pencaharian lain yang dilakukan adalah meramu di dalam hutan, yaitu mengambil buah-buahan dedaunan dan akar-akaran sebagai bahan makanan. Lokasi tempat meramu sangat menentukan jenis yang diperoleh. Jika meramu dihutan lebat, biasanya mendapatkan buah-buahan, seperti cempedak,durian, arang paro, dan buah-buahan lainnya. Di daerah semak belukar dipinggir sungai dan lembah mereka mengumpulkan pakis, rebung, gadung, enau, dan rumbia. Mencari rotan, mengambil madu, menangkap ikan adalah bentuk mata pencaharian lainnya. Kini mereka juga telah mengenal pertanian dan perkebunan dengan mengolah ladang dan karet sebagai mata pencahariannya. Semua bentuk dan jenis peralatan yang digunakan dalam mendukung dalam proses pemenuhan kebutuhan hidupnya sangat sederhana sekali.


Kepercayaan Suku Anak Dalam terhadap Dewa-dewa roh halus yang menguasai hidup tetap terpatri, kendatipun diantara mereka telah mengenal agama islam. Mereka yakini bahwa setiap apa yang diperolehnya, baik dalam bentuk kebaikan, keburukan, keberhasilan maupun dalam bentuk musibah dan kegagalan bersumber dari para dewa. Sebagai wujud penghargaan dan persembahannya kepada para dewa dan roh, mereka melaksanakan upacara ritual sesuai dengan keperluan dan keinginan yang diharapkan. Salah satu bentuk upacara ritual yang sering dilaksanakan adalah Besale (upacara pengobatan). Suku Anak Dalam (SAD) meyakini bahwa penyakit yang diderita sisakit merupakan kemurkaan dari dewa atau roh jahat oleh sebab itu perlu memohon ampunan agar penyakit yang diderita dapat disembuhkan. Properti yang digunakan dalam upacara besale sangat syarat dengan simbol-simbol.


Dari proses adaptasinya dengan lingkungan, Suku Anak Dalam (SAD) juga memilki pengetahuan tentang bahan pengobatan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan dan hewan. Melalui panca indranya mampu membedakan tumbuhan beracun dan tidak beracun termasuk mengolahnya. Pengetahuannya tentang teknologi sangat sederhana, namun memiliki kemampuan mendeteksi masalah cuaca, penyakit dan mencari jejak. Suku Anak Dalam (SAD) yang selama ini belum tersentuh dan terpantau keolahragaan secara ilmiah, yang selama ini belum pernah menyumbangkan atlet atletik ketingkat daerah dan nasional. Ini dapat dibuktikan Jambi pada empat tahun terakhir tidak ada satupun atlet atletiknya yang lolos PON XVII di Kaltim.


Oleh sebab itu, perlu kiranya diadakan penelitian tentang pengembangan potensi yang ada di Suku Anak Dalam dilihat dari aktifitas fisik, alam lingkungan sangat mendukung untuk dikembangkan menjadi kecabangan olahraga khususnya Cabor Ateltik terutama pada nomor-nomor lari jarak menengah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar